Monday, June 12, 2017

Cerpen Remaja - Diujung Penantian

Cerpen Remaja - Diujung Penantian 


Hari ini adalah hari yang paling terindah dalam hidupku. Tepatnya di bulan Maret, tiba-tiba di pagi ini kau menelponku dan mengajakku ketemuan di suatu Cafe yang letaknya tidak jauh dari rumahmu. Setelah sekian lama kau menghilang dari hidupku tanpa kabar, kini kau muncul kembali mengusik hatiku yang selalu menantimu. Dengan bergegas kubuka lemari pakaian dan memilih-milih baju yang akan kupakai siang nanti saat ketemu denganmu. Cuaca siang ini begitu mendukung, cerah secerah suasana hatiku. Kulangkahkan kaki menuju Cafe Kokita dengan harapan ada yang spesial dipertemuan kita kali ini. Dari jauh kumelihat ada sesuatu yang beda darimu. Semakin dekat semakin jelas. Kini dirimu semakin kurus dan tak seceria dulu lagi. “Assalamualaikum Ron, gimana kabarmu ? tanyaku singkat. “Walaikum Salam Nis, Alhamdulillah kabarku baik ”. Jawab roni dengan sedikit lemas. Aku pun langsung duduk dan melirik ke arah Roni. Kupandangi dia dari ujung rambut sampai ujung kaki. Banyak yang berubah pada dirinya. Sekarang dia agak sedikit gondrong, kucel dan semakin kurus. “ Ron.......selama satu tahun ini kamu ada dimana ? “ ucapku dengan penuh tanya. Suasana hening sejenak, berselang 5 menit, roni pun menjawab pertanyaanku. “Maaf Nis, selama 1 tahun ini aku menghilang tanpa mengabarimu. Aku yakin pasti kamu kecewa karena sebagai sahabat aku sudah menyembunyikan hal ini padamu. “ Sebenarnya sih aku kecewa, aku sebagai sahabat yang mencintaimu harus terpisah denganmu selama 1 tahun tanpa mengetahui keberadaanmu ” ucapku dengan nada kecewa. Ron, kamu tahu kan kita sudah bersahabat dari kecil sampai sekarang dan pada akhirnya rasa cinta itu muncul dalam diriku dan kamu pun tahu itu. Tapi kenapa kamu sebagai sahabat tega pergi meninggalkanku sendiri tanpa kabar ? “ucapku dengan isak tangis yang tak bisa kubendung ”. Nis......maafkan aku, selama ini ada hal yang kusembunyikan darimu “ucap roni sambil mengusap air mata yang mengalir di pipi nisa ”. sebenarnya 1 tahun yang lalu dokter memfonisku mengidap penyakit kanker darah. Sejak saat itu ibu dan ayah membawaku pergi berobat ke singapura tanpa sempat berpamitan denganmu. Aku juga tidak tega memberi tahu kabar ini padamu, makanya saat kamu menelpon dan sms aku tidak membalasnya. Dengan muka terkejut Nisa pun langsung memeluk roni dengan erat. “Ron...kenapa bukan dari awal kamu menceritakan ini semua ? aku kan sahabatmu, aku siap menemanimu dikala suka maupun duka. Aku siap menanggung beban hidupmu karena sampai saat ini aku masih sangat mencintaimu “ ucap nisa dengan isak tangisnya”. Suasana hening sejenak, tiba-tiba roni langsung memelukku “nis...sebenarnya aku juga sangat mencintaimu jauh sebelum kau mengungkapkan isi hatimu padaku, tapi kusadar aku tak pantas untukmu ” ucap roni sambil menyakinkanku. Nis....sebenarnya tujuan utamaku mengajakmu ketemuan adalah untuk melamarmu, tapi apakah kamu mau menerima lamaran dari orang yang berpenyakitan dan hidupnya tidak akan lama lagi ?” tanya roni padaku dengan muka serius. Nisa yang awalnya kaget, tiba-tiba diam. Antara yakin dan tidak dengan apa yang didengarnya barusan. “ Ron.....kamu yang sekarang dan kamu yang dulu tetap sama bagiku, karena kamu adalah alasan aku untuk tetap bisa tersenyum dan menjadi penyemangat hidupku selama ini ”. Sebulan berlalu sejak pertemuan itu, aku tetap saja masih bingung dengan sikap roni yang tiba-tiba muncul dan ingin melamarku. Aku masih ragu dengan apa yang dikatakannya. Apakah akan berlanjut ke jenjang yang lebih serius ? “ucapku dalam hati dengan penuh tanya”. Sesekali kutengok rintik hujan dibalik kaca jendela kamarku berharap akan ada pelangi yang indah menghiasi langit. Tok....tok..tok...Assalamualaikum “suara dibalik pintu rumahku”. Tiba-tiba lamunanku buyar mendengar salam dari suara yang tidak asing ditelingaku. Bergegas kuberanjak dari tempat tidur dan berlari untuk membuka pintu. Walaikum salam “ucapku membalas salam tersebut”. Dengan perasaan kaget dan penuh tanya, mereka pun kusuruh masuk kedalam rumah dan mempersilahkannya duduk. Aku pun melirik roni dan roni pun mengerti dengan isyarat yang kusampaikan. Roni pun mendekatiku dan menjelaskan maksud kedatangannya bersama keluarga. Antara kaget dan bahagia jantungku pun berdenyut kencang sekencang laju motor si pembalap Rossi. Ayah dan ibu pun langsung menerima lamaran itu dan menentukan tanggal pernikahan kami. Beberapa minggu kemudian berlalu dengan kesibukan masing-masing. Keluargaku pada sibuk mempersiapkan semuanya mulai dari catering, undangan, pelaminan dan lainnya. Sementara aku malah sibuk menandai kelender, tak sabar rasanya menunggu hari yang spesial itu “ucapku dalam hati sambil tersipu malu”. Kulirik handphoneku yang tergeletak di atas meja. Aku baru sadar ternyata 2 hari ini saking sibuknya aku lupa memberi kabar pada roni. Aku pun tersenyum melihat panggilan masuk di handphoneku yang yang tak lain dari roni. Dengan sigap kumenjawab teleponnya “ Halo....Assalamualikum ada apa sayang, kamu kangen yah ? ternyata kita kontak batin yah. Barusan aku mau telepon kamu, eh ternyata kamu duluan yang telepon aku”. Ucapku spontan dengan penuh kebahagiaan. Maaf nak, ini bukan roni tapi ibunya. “Nisa maafkan ibu nak, karena lupa mengabarimu semalam. Roni saat ini hanya membutuhkanmu, dia ingin melihatmu untuk yang terakhir kalinya. Saat ini roni berada di Rumah Sakit Wahidin. Tanpa menutup telpon dari ibunya roni kubergegas menuju rumah sakit. Ron.....ron jangan tinggalkan aku, kamu kan sudah janji hari ini kita ketemu di KUA untuk mengurus semuanya bareng-bareng tapi kenapa kamu ingin meninggalkanku. “Nis.....maafkan aku, aku tidak bisa menepati janjiku padamu” ucap roni sambil menghembuskan nafas terakhirnya. Nis.....Nisa bangun nak, “ucap ibu sambil mengguncang badanku”. Perlahan kubuka mataku, bu....aku harap semua ini hanya mimpi. “ucapku penuh harap sambil meneteskan air mata”. Yang sabar yah nak, ini bukan mimpi tapi ini takdir Allah yang harus kamu terima. Tanpa menghiraukan kondisiku yang baru sadar dari pingsan kebergegas lari menuju TPU yang letaknya tidak jauh dari rumahku. Setiba disana, kutatap dan kuteliti dengan seksama huruf demi huruf yang tertera di batu nisan itu. Ya Allah ini bukan mimpiternyata roni benar-benar telah meninggalkanku untuk selamanya. “ Ron.....kamu jahat selama bertahun-tahun aku menanti hari dimana kamu dan aku terikat kata SAH, tapi kenapa di detik-detik menjelang hari istimewa itu kamu malah pergi meninggalkanku untuk selamanya”. Teriakku histeris sambil meratapi nasib. Damayanti Childiesh Sabtu, 10 Juni 2017


Cerpen Remaja - Diujung Penantian